Peduli Rakyat News|Jember, (28/1) - Presiden Joko Widodo memicu kekecewaan komunitas pers karena memberikan remisi terhadap Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Prabangsa. Keputusan itu tertuang dalam Kepres No. 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringan hukuman tersebut.
Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya oleh Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya. Hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 itu.
Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa. Dalam keadaan bernyawa Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Prabangsa lantas dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian.
Untuk itu puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Jember (AJI Jember, IJTI Tapal Kuda, dan FWLM Jember) menggelar aksi solidaritas dengan melakukan longmarch jalan mundur dan orasi di bundaran DPRD Jember.
Beberapa poster bertuliskan Cabut Remisi Pembunuh Jurnalis, Pembunuh Jurnalis = Penjahat HAM, Remisi Mengancam Kebebasan Pers, Batalkan Remisi kepada Pembunuh Jurnalis.
Berdasarkan data yang dimiliki Aliansi Jurnalis Jember , kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, 8 kasus lainnya belum tersentuh hukum. Delapan kasus itu, antara lain: Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).
Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susarama dengan divonis penjara seumur hidup. Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.
Kini Presiden Joko Widodo, melalui Kepres No. 29 tahun 2018, memberi keringanan hukuman kepada Susrama. Menanggapi keluarnya keputusan presiden itu, Aliansi Jurnalis Jember menyatakan sikap:
1. Mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi kepada pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis. Fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara terencana. Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup.
2. Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia.
3. Meminta Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi terhadap Susrama. Kami menilai kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia. Mahrus Sholih dari wartawan radar Jember selaku korlap aksi damai ini menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut.
Aksi damai ini diawali doa bersama , berlanjut long march sejauh 2 kilo meter dari sekretariat bersama Aliansi Jurnalis Jember dari Jalan PB Sudirman menuju ke bundaran DPRD kabupaten Jember . Dengan puluhan poster yang dibawa , puluhan wartawan dari Aliansi Jurnalis Jember ini ditengah perjalanan mereka melakukan aksi jalan mundur hingga mencapai bundaran DPRD kabupaten Jember . Hal itu dilakukan adalah sebagai simbol mundurnya kebebasan pers dan penindakan hukum yang terjadi pada kasus ini.
Sesampainya dibundaran DPRD kabupaten Jember , puluhan wartawan melakukan orasi orasi yang intinya menuntut Bapak Presiden Jokowi mencabut remisi tersebut . Dengan bergantian berorasi , wartawan yang terdiri dari berbagai organisasi wartawan diatas menjadi tontonan warga Jember yang sedang melintas di jalan bundaran DPRD kabupaten Jember tersebut .
Aksi tersebut dilanjutkan dengan drama tretikal yang dipegaragakan oleh Nunung Wahyudianto salah satu wartawan televisi yang tergabung dalam IJTI tapal kuda dengan melakukan peragaan menjadi mayat dan didoakan oleh seluruh rekan yang lainya , hal tersebut menyimbolkan bahwa matinya supremasi di Indonesia . Aksi dami ini diakhiri dengan doa bersama agar tuntutan bersama itu dikabulkan oleh Presiden.(Nu2g)
Blogger Bali Grup
Terima kasih anda sudah membaca artikel Aliansi Jurnalis Jember Tolak Remisi Terpidana Pembunuhan Jurnalis
0 Komentar