Mbak Ipung Luncurkan Buku Biografi Ungkap Jati Diri dan Motivasi



\PEDULIRAKYAT.COM   Denpasar -  Sewaktu ayahanda Daeng Abdul Kadir masih hidup, Siti Sapurah (Mbak Ipung) dilayani bak putri raja di Istana. Namun kondisi itu berbalik 360° tatkala ayahanda menyusul sang ibu kembali ke pangkuan Ilahi. "Awal-awal ketika aku masih kecil, saat mana ayahku Daeng Abdul Kadir masih hidup, aku diperlakukan istimewa, layaknya seorang putri," ujar mbak Ipung menuturkan penggalan kisahnya yang kini diangkat dalam buku auto biografinya saat peluncuran buku berjudul " True Story Mbak Ipung (Daeng Ipung) Aktivis Perempuan dan Anak di Bali," di kantornya di Denpasar pada Selasa, 29 Maret 2022.


"Kondisi itu berbalik 360° tatkala ayahku dipanggil Yang Mahakuasa. Saat itu saya mulai merasakan pahit getirnya hidup saya. Setiap hari sebelum berangkat ke sekolah, saya mencari nener di laut di Serangan  demi menyambung hidup. Tiga kali dalam sehari. Dan uang dari hasil jual nener saya belikan kebutuhan sekolah di SD," papar Ipung yang kini dikenal sebagai seorang Advokat/Aktivis Perempuan dan Anak yang gigih membela kaumnya yang teraniaya dan tersangkut masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), anak-anak Indonesia yang menggigil ketakutan saat menjadi korban sodomi, pelecehan seksual dan lain-lain.


Rupanya, kondisi demikian  melecut Ipung kecil untuk terus melanjutkan pendidikannya hingga saat ini apa yang diimpikannya berhasil ia raih. "Saya termotivasi untuk membela kaum tertindas yang tersangkut kasus hukum terinspirasi oleh Film Sinetron berjudul Pembela yang diperankan Mutiara Sani saat itu. Di mana diceritakan, Mutiara Sani yang cantik dan pintar memakai Toga membela orang kecil dan akhirnya memenangkan kasusnya. Itulah yang memotivasi saya untuk mengambil kuliah ilmu hukum agar bisa mewujudkan cita-cita saya untuk membela kaum lemah dan termarjinalisasi," tuturnya.


Mbak Ipung yang sudah kepincut sama kasus-kasus orang lemah ini mulai dikenal luas masyarakat ketika ia mengungkapkan kasus pembunuhan Engeline. Dari kisah pembelaan terhadap Engeline ini lah mendorong Ipung untuk menulis kisah hidupnya dalam lembaran buku biografi yang kini sudah terwujud juga. "Keinginan membuat buku ini sudah cukup lama, sejak saya bela kasus Engeline. Tapi sekarang keinginan itu sudah terwujudnya. Obsesi saya tinggal satu lagi yang belum terwujud yakni membangun sebuah rumah yang luas dengan puluhan kamar yang nantinya akan menjadi hunian untuk anak-anak yang kurang beruntung nasibnya dari usia kanak-kanak hingga 18 tahun. Di mana mereka akan saya didik menjadi generasi yang baik, generasi yang memiliki akhlak dan moralitas yang baik pula. Serta memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi," papar perempuan berdarah Bugis yang mengaku pernah menenggak Baygon lantaran perlakuan orang-orang dekatnya yang dirasakan sangat zolim.


Cerita pahit kehidupan masa kecil Ipung sepahit empedu. Karena di usia 4 tahun ia sudah banting tulang mencari nener dan keong di pantai. Ia juga mengurus pekerjaan rumah seperti mengepel lantai, mencuci piring, pakaian dan menyapu lantai layaknya pekerjaan ibu rumah tangga. "Setiap saat saya harus siap dihardik atau dipukul ketika tanpa sengaja memecahkan piring atau gelas yang jatuh dari tangan saya," ceritanya sembari  meneteskan air mata.


Tidak berhenti hingga disitu, pada usia 22 tahun ketika Ipung mau tidur, ia ditarik dari kamar oleh orang-orang yang selama ini dianggap keluarga olehnya. "Mereka menyeret dan menginjak-injak badan saya dari kepala hingga ujung kaki. Bukan hanya sakit fisik yang saya rasakan, tapi juga membuat luka  hati yang mendalam. Akibat perlakuan seperti itu, berselang seminggu kemudian saya nekat menenggak cairan pembasmi serangga sampai habis tanpa ragu sedikitpun ingin mengakhiri hidup saya. Empat hari saya mati suri saat dirawat di Rumah Sakit Sanglah. Ketika sudah sadar,   saya menyalahkan Tuhan. Kenapa Tuhan, mengapa saya ingin meninggalkan dunia ini masih belum diizinkan juga? Setelah saya renungkan, dibalik penderitaan yang saya alami, rupanya ini lah rencana Tuhan untuk saya, agar saya bisa menjadi orang yang berguna bukan hanya untuk diri saya dan keluarga saya tetapi juga buat orang lain yang mengalami ketidakadilan," terangnya.


Menurut Daeng Ipung, kisah pilu dan penderitaan dalam buku biografi yang ditulis oleh Mbak Vivi Suryanitta yang diterbitkan Penerbit CLK Publishing bukan bermaksud menonjolkan dirinya. "Tapi apa yang dikisahkan kiranya menjadi inspirasi bagi setiap orang agar termotivasi berjuang mengatasi kesulitannya. Salah satunya melalui pendidikan yang baik," pungkasnya.


Sementara, sang Penulis mbak Vivi Suryanitta yang mendampingi mbak Ipung dan buah hatinya Nadia Putri Septiari menjelaskan bahwa ia tertarik pada sosok mbak Ipung alias Daeng Ipung ketika perempuan berani ini mengungkapkan kebenaran kasus pembunuhan Engeline. "Awal kenalan dengan mbak Ipung ketika ada demo di kantor Kemenkumham yang memprotes terkait pengurangan hukuman Susrama dalam kasus pembunuhan wartawan AA. Prabangsa. Meski sekilas tapi waktu itu saya ingin menulis biografi tentang kisah perjuangan mbak Ipung dan bagaimana beliau membela kaum perempuan yang dizolimi. Akhirnya kita ketemu di Starbucks  walaupun belum secara detil. Setelah kita bertemu beberapa kali, kita akhirnya sepakat untuk membuat biografi ini," kisah mbak Vivi Suryanitta kepada teman-teman wartawan.


"Kenapa saya tertarik untuk membuat biografi mbak Ipung? Karena dalam penilaian saya kisah perjalanan hidup mbak Ipung ini bisa menjadi inspirasi sekaligus menjadi motivasi bagi orang lain untuk meraih kesuksesan. Dan itu hanya bisa diraih apabila ada kemauan dan tekad yang kuat seperti yang dilakukan mbak Ipung," tutupnya.


Isk

Blogger Bali Grup

Baca Juga

Terima kasih anda sudah membaca artikel Mbak Ipung Luncurkan Buku Biografi Ungkap Jati Diri dan Motivasi

Posting Komentar

0 Komentar